Senin, 12 Mei 2014

Mengapa Penting Pendidikan Karakter Bagi Umat Manusia



Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa untuk menemukan suatu kejujuran sudah menjadi hal yang langka. Dalam berbagai sektor kehidupan, manusia lebih cenderung melakukan kecurangan dan ketidakadilan. Bahkan berbuat curang dan ketidakadilan sudah dianggap hal yang biasa saja. Nah, untuk bisa mengembalikan nilai kejujuran dan kebenaran ini, maka diperlukan Pendidikan Karakter. Bagaimana pendidikan karakter yang dimaksud? Ikuti tulisan berikut ini.

Pendahuluan
Pendidikan karakter telah menjadi kebutuhan bagi berbagai negara di dunia karena melalui pendidikan karakter akan mempersiapkan generasi yang berkualitas untuk  kepentingan individu maupun kepentingan warga masyarakat secara keseluruhan. Penting karena dalam pendidikan karakter ada nilai-nilai yang diajarkan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia yaitu: jujur, saling menghargai, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini sangat dibutuhkan untuk membangun hidup manusia disamping ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan demikian, maka sistem pendidikan Nasional perlu memperhatikan dan menetapkan kebijakan yang mengarah kepada keseimbangan kurikulum antara mendidik manusia untuk pandai dan manusia yang berperilaku baik.


Pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan yaitu membantu manusia menjadi cerdas dan pintar dan membantu mereka menjadi manusia yang baik. Untuk menjadikan manusia cerdas dan pintar mudah dilakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian sangat wajar apabila dikatakan masalah moral merupakan persoalan yang akut atau penyakit menahun yang mengiring kehidupan manusia kapan dan di manapun. Kenyataan menunjukan bahwa permasalahan akut inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter bukan sekadar sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Maka sebenarnya pendidikan watak atau karakter tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu sebagai fungsi yang melekat pada keberadaaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan.

Pendidikan karakter saat ini sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda kehidupan umat dan masyarakat kita. Krisis tersebut antara lain: maraknya kekerasan, kejahatan, antar komunal atau antar umat beragama. Dengan demikian, pendidikan karakter sangat penting dan strategis untuk diajarkan disamping pengetahuan dan teknologi sehingga diharapkan mengurangi krisis moral yang sering terjadi.

Apalagi bagi orang di Papua pendidikan karakter ini sangat penting untuk membentuk watak yang kuat, tidak mudah menyerah dan putus asa, bekerja keras, dan berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan ajaran agama, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh nilai-nilai baru yang datang dari luar.

Pengertian
Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir yang memfokuskan pada penerapan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh karena itu orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan bahwa orang berkarakter mulia. Jadi kata karakter erat kaitannya dengan kepribadian seseorang.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter memiliki arti, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain.

Menurut Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibat dari keputusan itu.

Dari beberapa pendapat para ahli ini maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan yang berhubungan dengan akhlak, budi pekerti, moral yang erat kaitannya dengan kepribadian seseorang.

Ada beberapa penamaan untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter yang umum dikenal adalah: pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan sampai pada pendidikan karakter.  Masing-masing penamaan ini kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran, misalnya pendidikan karakter juga merupakan pendidikan moral atau pendidikan agama (Krischenbaum, 2000).

Ruang lingkup pembahasan pada tulisan ini dibatasi pada moral. Kata moral berasal dari kata latin “Mos” yang berarti kebiasaan. Dengan pengertian ini maka secara umum moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk; atau nilai benar atau salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku dilingkungan masyarakatnya.

Membentuk Karakter
Dalam hubungan manusia dengan manusia lain, seringkali muncul suatu masalah yang diakibatkan oleh karakter seseorang. Entah akibat dari hubungan manusia itu positif atau negatif. Karakter seseorang yang baik akan mendatangkan suatu relasi antar manusia yang baik pula, akan tetapi karakter manusia yang buruk seringkali menimbulkan masalah. Cara membangun kebiasaan bertindak sehari-hari sehingga menjelma menjadi sifat-sifat yang baik dalam diri setiap individu adalah dengan pendidikan.

Tugas pendidikan adalah melakukan proses pembiasaan yang dibutuhkan manusia untuk hidup dengan baik. Pembiasaan baik itu misalnya: sejak kecil anak diajari oleh orang tuanya bagaimana harus bersikap jujur, hormat terhadap orang yang lebih tua, mengucapkan terima kasih, dan lainnya, yang pada prinsipnya orang tua atau guru membantu anak untuk bertindak sesuai dengan norma-norma yang dipahaminya dan berlaku umum.

Lickona (1992) mengatakan, karakter merupakan pengembangan dari kebiasaan berpikir baik, merasakan yang baik, dan berbuat kebaikan. Lickona menyebutkan ada tiga komponen dalam karakter yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Untuk membentuk karakter seseorang dibutuhkan tiga komponen tersebut. Pendidikan adalah wadah yang sangat strategis dalam pembentukan karakter seseorang. Sejak dini atau usia sekolah merupakan masa kritis bagi pembentukan pribadi seseorang.

Menurut Santosa (1979), masa antara usia lima sampai dengan 20 tahun merupakan tahun pembentukan. Masa pembentukan ini sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang, karena tidak akan berubah lagi kebiasaan-kebiasaan yang telah dibentuk dalam masa itu. Maka murid-murid di sekolah perlu mendapatkan tiga hal di atas: pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral.

Pengetahuan
Pengetahuan tentang moral bagi murid diawali dengan sebuah kesadaran moral. Kesadaran ini dibangun dengan suatu penyadaran diri pada murid bahwa moral diperlukan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Misalnya: menanamkan kesadaran pada anak bahwa mengucapkan “terima kasih” diperlukan untuk menghargai orang yang sudah berbuat baik pada kita.
Hal berikutnya yang harus diberikan kepada murid adalah pengetahuan tentang nilai-nilai moral. Dengan pengetahuan nilai-nilai yang ia pahami, kemudian anak akan mendapatkan suatu pandangan dalam perilaku kehidupannya. Dia memiliki alasan moral dalam pikirannya, sehingga ia mampu membuat keputusan setiap kali ia akan melakukan suatu tindakan. Murid akan memiliki pengetahuan diri tentang moral. 

Proses pengetahuan tentang moral ini menjadi tugas pokok bagi guru di kelas maupun orang tua di rumah. Anak akan belajar banyak melalui mereka, maka dibutuhkan pengetahuan moral yang baik pula bagi guru dan orang tua. Pengetahuan tentang moral bagi guru dan atau orang tua selain diperoleh dari pengalaman masa lalu, mereka juga dapat belajar dari buku, seminar-seminar, ikut kegiatan keagamaan, dan banyak kegiatan lainnya yang mendukung pengetahuan moral mereka.

Rasa
Rasa moral, ditandai dengan adanya kesadaran diri, harga diri, empati, cinta akan kebaikan, pengendalian diri, dan rasa kemanusiaan.  Seorang anak diharapkan memiliki kepekaan akan suara hatinya dalam menanggapi setiap hal yang ia alami. Sebagai pendidik, guru dan atau orang tua diharapkan mampu menunjukkan kepada anaknya mana yang benar dan mana yang salah, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Yang perlu ditekankan pada situasi ini adalah pendidik harus mampu menjelaskan dengan baik, artinya sesuai dengan perkembangan anak, mengapa suatu hal perlu dilakukan atau dihindari. Pendidik mengajak anak untuk berpikir bagaimana seharusnya mempertimbangkan dengan seksama sebelum melakukan tindakan atau perbuatan tertentu.

Seorang anak diharapkan memiliki rasa percaya diri, agar ia mampu dengan berani dan penuh keyakinan diri melakukan suatu tindakan, karena ia yakin yang dilakukannya benar. Rasa empati menjadi penting, karena sebelum bertindak seseorang akan mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah yang akan ia lakukan akan menyakiti orang lain atau diterima oleh orang lain. Sebagai pendidik, kita setiap hari harus menanamkan kepada anak untuk mencintai kebaikan. Perlu ditanamkan bahwa kebaikan itu mendatangkan suatu hal yang positif bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Positif dalam berhubungan dengan orang lain, positif dalam perkembangan mentalnya, dan tentunya akan memiliki teman yang banyak.

Pengendalian diri adalah hal yang diperlukan agar seorang anak mempunyai rasa moral yang tinggi. Ia mampu mengendalikan perasaan, pikiran, maupun tindakan yang akan dilakukannya. Apakah yang ia rasa, pikir, dan perbuat benar-benar telah memenuhi kriteria moral pada umumnya? Manusia yang telah memiliki kesadaran diri, empati, cinta akan kebaikan dan pengendalian diri, ia akan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Ia tidak akan dengan mudah melukai orang lain dan tidak mudah berbuat jahat atau menyimpang.

Tindakan
Setelah seorang anak tahu, dan mempunyai rasa moral, ia akan melakukan tindakan moral yang baik. Tiga hal yang menjadi bagian dari tindakan moral yakni: kemampuan, keinginan, dan kebiasaan.
Kemampuan untuk berbuat baik adalah mutlak dibutuhkan agar seseorang bisa memiliki tindakan moral yang baik. Ia juga harus selalu memiliki keinginan atau kehendak yang baik sebagai dasar segala perbuatan yang akan dilakukannya. Dan akhirnya kebiasaan berperilaku baik akan tumbuh dan berkembang jika semua hal di atas sungguh-sungguh diperhatikan, diajarkan dan dilaksanakan oleh seluruh pendidik baik guru maupun orang tua di negeri ini dapat dipastikan akan terwujud manusia indonesia yang berkarakter baik dan mulia.

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam sektor kehidupan di mana-mana telah terjadi pembenaran terhadap kecurangan, sehingga untuk memperjuangkan nilai kejujuran, kebenaran, bahkan keadilan sangat sulit untuk ditegakkan atau diwujudkan. Bila ada manusia yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan ia mendapat sorotan bahwa kamu ini manusia aneh, semua orang sudah melakukan hal begitu. Ini yang disebut kecurangan dan ketidakadilan telah menjadi suatu pembenaran dalam kehidupan sekelompok masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, jawabannya adalah berpegang teguh pada ajaran agama dan pendidikan karakter yang baik. 

Penutup

Kualitas hidup tidak selalu diartikan dengan kekayaan, kesuksesan, kepandaian ataupun jabatan seseorang. Ada hal yang lebih mendasar dari semuanya itu, yaitu: karakter seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki hidup yang berkualitas. Ia bisa saja tidak memiliki apapun, tetapi ia berkarakter baik hidupnya akan bersinar.

Pentingnya pendidikan karakter maka kita sebagai sesama umat manusia mempunyai kewajiban untuk mengetuk pintu hati semua pihak, agar memiliki kemauan, tekad dan kesungguhan untuk menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian yang teramat penting yang dapat membentuk jati diri bangsa dan umat manusia.

Penulis

E. Fonataba
Wakil Kepala
Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)

Terbit: Bintang Papua, 12 Mei 2014, Hal 1 dan 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar